Permasalahan Hukum di Indonesia

>> 11.20.2009

Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum . Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya). Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula mereka temui dalam media elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat (pejabat, orang kaya, dan sebagainya).


Inkonsistensi penegakan hukum ini berlangsung dari hari ke hari, baik dalam peristiwa yang berskala kecil maupun besar. Peristiwa kecil bisa terjadi pada saat berkendaraan di jalan raya. Masyarakat dapat melihat bagaimana suatu peraturan lalu lintas (misalnya aturan three-in-one di beberapa ruas jalan di Jakarta) tidak berlaku bagi anggota TNI dan POLRI. Polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang dan kadang malah disertai pemberian hormat apabila kebetulan penumpangnya berpangkat lebih tinggi.


Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah : koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena kurangnya bukti, sementara pencuri ayam bisa terkena hukuman tiga bulan penjara karena adanya bukti nyata.
Sehingga dapat di katakan aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum.

Beberapa Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia

Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal. Antara lain

1. Tingkat Kekayaan Seseorang
Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini adalah jatuhnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad “Bob” Hasan . PN Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif berjalan dengan cepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco, dan kasus-kasus korupsi milyaran rupiah lainnya.

Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata, korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian puluh juta rupiah, putusan kasus Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat kekayaan tinggi.


2. Tingkat Jabatan Seseorang
Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia, Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyar
rupiah dan uang saku dari PT Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, sementara Kepala Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala
Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun.

Dalam kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah media cetak dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terusik
tatkala sanksi ini hanya dikenakan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur Sutiyoso, yang sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.

3. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperingan hukumannya oleh mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara . Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas
hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba.

4. Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6 September 2000, yang menewaskan tiga orang staf UNHCR mendapatkan perhatian internasional dengan cepat. Dimulai dengan keluarnya Resolusi No. 1319 dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari Direktur Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi penyelidik kasus Atambua ke Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on Indonesia), sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat. Tekanan internasional ini mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak, dengan segera melucuti persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab.

Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di bagian lain di Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh, Sambas, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat.
Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti, dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun ada perhatian internasional dalam kasus-kasus kekerasan lain di Indonesia, namun tekanan yang terjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan masyarakat, derajat tekanan internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.


Beberapa Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia

Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak tersangkut paut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantu korban atau melaporkan pelaku kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak jarang mereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia.


1. Ketidakpercayaan Masyarakat pada Hukum
Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi yang bersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam hukum perdata, dikenal pilihan
penyelesaian masalah dengan arbitrase atau mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namun tidak demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah melalui pengadilan. Di Indonesia, bahkan persoalan pidana pun masyarakat mempunyai pilihan diluar pengadilan.

2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan
Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpa melalui proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor, perampok, penodong yang dilakukan massa beberapa waktu yang lalu merupakan contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang bersifat menekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas pertimbangan rasional mengenai jumlah kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang dari pelaku. Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi peringatan anggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan pelanggaran yang sama.

3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi
Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara yang menjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi pengacara yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi terdakwa , berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau memberikan putusan seringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu.

4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan
Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah biasanya aktif melakukan tekanan-tekanan semaam ini, misalnya dalam pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon, Sambas, dan sebagainya.

Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi buruk pula bagi masyarakat. Beberapa perusahaan asing yang terkena kasus pencemaran lingkungan, gugatan tanah oleh masyarakat adat setempat, serta sengketa perburuhan, kadang menggunakan negara induknya untuk melakukan pendekatan dan tekanan terhadap pemerintah Indonesia agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan kepentingan mereka, tanpa membiarkan hukum untuk menyelesaikannnya secara mandiri. Tekanan tersebut dapat berupa ancaman embargo, penggagalan penanaman modal, penghentian dukungan politik, dan sebagainya. Kesemuanya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam proses hukum yang sedang atau akan dijalaninya.

Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum.

Read More......

Masalah Kebudayaan di Indonesia

Indonesia mempunyai berbagai macam kebudayaan. Hampir setiap pulau ditinggali oleh suku dan ras dan tiap-tiap suku dan ras mempunyai kebudayaannya sendiri. Namun seiring berkembangnya zaman, kebudayaan di Indonesia mulai luntur. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang mempunyai dampak negatif terhadap kebudayaan Indonesia. Dengan banyaknya media elektronik kebudayaan barat mulai mengubah pola pikir masyarakat Indonesia. Karena pola pikir masyarakat Indonesia yang masih rendah, mereka dengan mudah mengikuti budaya barat tanpa adanya filtrasi. Sehingga mereka cenderung melupakan kebudayaanya sendiri.


Selain itu, pemerintah terkesan asal- asalan mengurusi budaya. Sehingga dengan mudahnya Negara lain mengakui kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Apabila hal ini terus berlangsung maka kebudayaan Indonesia akan mati.

Budaya global semakin lama telah menggusur budaya lokal Indonesia. Contoh untuk hal ini dapat kita lihat pada masyarakat keraton Indonesia. Dalam dua abad terakhir tata masyarakat kerajaan mulai memudar. Kedudukan bangsawan dikudeta oleh kaum pedagang dengan senjata teknologi dan uang. Legitimasi istana yang bersemboyan kawula gusti kini diinjak-injak oleh semangan individualisme, hak asasi, dan kemanusiaan. Mitos dan agama digeser sekularisme dan rasionalitas. Tata sosial kerajaan digantikan oleh nasionalisme. Akibat runtuhnya kerajaan yang mengayomi seniman-cendekiawan istana, berantakanlah kondisi kerja dan pola produksi seni-budaya istana.


Kesenian dan kebudayaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Kesenian dapat menjadi wadah untuk mempertahankan identitas budaya Indonesia. Faktanya, sekarang ini identitas budaya Indonesia sudah mulai memudar karena arus global. Sehingga kondisi yang mengkhawatirkan ini perlu segera diselamatkan. Hal ini semakin diperparah dengan diakuinya budaya indonesia oleh bangsa lain. Masalah yang sedang marak baru-baru ini adalah diakuinya lagu daerah “Rasa Sayang-sayange” yang berasal dari Maluku, serta “Reog Ponorogo” dari Jawa Timur oleh Malaysia. Hal ini disebabkan oleh kurang pedulinya bangsa indonesia terhadap budayanya. Namun ketika kebudayaan itu diakui oleh bangsa lain, indonesia bingung. Berita terbaru menyebutkan bahwa kesenian “angklung” dari Jawa Barat juga mau dipatenkan oleh negara tersebut. Lalu dimanakah peran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini?
Kebudayaan nasional adalah kebudayan kita bersama yakni kebudayaan yang mempunyai makna bagi kita bangsa indonesia. Kalau bukan kita lalu siapa lagi yang akan menjaga dan meletarikannya. Seharusnya sebagai warga negara indonesia patut bangga dengan mempunyai kekayaan budaya. Hal ini sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Sebagai warga negara kita hendaknya menanggapi dengan arif pengaruh nilai-nilai budaya barat untuk mengembangkan dan memperkaya, serta meningkatkan kebudayaan nasional dengan cara menyaring kebudayaan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil nilai yang baik dan meninggalkan nilai yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita.

Begitu juga halnya dengan pemerintah, pemerintah harus tegas dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan indonesia dengan cara membuat peraturan perundangan yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Dan jika perlu pemerintah harus mematenkan budaya-budaya yang ada di Indonesia agar budaya-budaya bangsa tidak jatuh ke tangan bangsa lain. Pemerintah harus membangun sumber daya manusia dan meningkatkanan daya saing bangsa dapat dilakukan dengan menanamkan norma dan nilai luhur budaya Indonesia sejak dini, dengan cara sosialisasi nilai budaya yang ditanamkan kepada anak sejak usia prasekolah. Hal ini ditujukan untuk mengangkat kembali identitas bangsa Indonesia.

Read More......

Masalah Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan adalah permasalahan yang kompleks bagi setiap negara, terutama negara besar seperti Indonesia. Kebijakan dan penanganannya harus merata dan menyeluruh agar tidak menimbulkan kebingungan dan kekisruhan sebagai ekses negatif penanggulangannya.
Hingga saat ini masalah kemiskinan di Indonesia menjadi masalah yang berkepanjangan.


Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.


Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama kebijakan pembangunan nasional yang juga merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 yang diharapkan dapat menurunkan presentase penduduk miskin menjadi 8,2% pada tahun 2009. Saat ini pemerintah tengah melakukan langkah prioritas dalam jangka pendek pertama untuk mengurangi kesenjangan antardaerah dengan beberapa kebijakan.

Pertama, penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama pada daerah-daerah langka sumber air bersih. Kedua, pembangunan jalan, jembatan dan dermaga terutama untuk daerah terisolasi dan tertinggal. Ketiga, redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen dana alokasi khusus (DAK).

Jangka panjang kedua bertujuan memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Itu dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha terutama melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro dan UKM, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, meningkatkan investasi dan revitalisasi industri termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana dan prasarana, dan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Prinsip-prinsip PNPM Mandiri adalah pemberdayaan masyarakat yang memprioritaskan kelompok masyarakat miskin. Keterlibatan masyarakat miskin itu digalakkan dengan pendampingan yang dilakukan oleh pengawas dari berbagai level pemerintahan. Sedangkan pengambilan keputusan dilaksanakan secara sederhana di tingkat lokal, yaitu oleh masyarakat sendiri dan didanai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat luas.

Jangka panjang ketiga, khusus untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara langsung diberikan pelayanan antara lain dengan pemberian pendidikan gratis bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun. Untuk meningkatkan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua anak usia pendidikan dasar, dengan target utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil dan terisolasi maka mulai tahun ajaran 2005/2006 pemerintah menyediakan biaya operasional sekolah (BOS), sebagai langkah awal pelaksanaan pendidikan dasar gratis.

Selain itu juga memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka upaya peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan dilanjutkan dan lebih ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin dengan sistem jaminan/asuransi kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah.

Untuk pelaksanaan program-program tersebut, Indonesia (sebagai negara berkembang) bisa meminta bantuan dari luar negeri. Tapi negara berkembang penerima fasilitas itu sendiri harus berkomitmen untuk menggunakan uang tersebut secara benar. Tujuan makronya tentu untuk mengurangi kemiskinan. Kita berharap negara-negara maju secara kesatuan bisa menunjang program-program tersebut, dengan mengucurkan bantuannya.

Selain itu, budaya pembangunan di Indonesia harus dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran aktif masyarakat. Utamanya, tentu, masyarakat miskinnya, mulai dari perencanaan program pembangunan baik penentuan kebijakan dan anggarannya, maupun pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya.

Read More......

Masalah Kesehatan di Indonesia

Perubahan demi perubahan dari kebijakan pemerintah dalam menangani kesehatan orang miskin, ternyata pemenuhan kebutuhan orang miskin terhadap pelayanan kesehatan tidak berubah, tetap saja orang miskin mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan kesehatan, atau banyak pihak yang mengkhawatirkan dampak perubahan kebijakan ini terhadap pelayanan kesehatan untuk orang miskin.


Mahalnya biaya periksa ke dokter, belum lagi biaya obatnya. Pasti akan membengkak ketika ada berita mereka harus dirawat inap atau dioperasi. Ketika radiologi, tes-tes laboratorium pendukung juga melambung harganya, bahkan askeskin (asuransi kesehatan masyarakat miskin) terakhir kemarin sudah dibatasi. Askeskin hanya bisa diberlakukan di beberapa rumah sakit, dan hanya untuk penyakit-penyakit tertentu saja. Biaya yang dikeluarkan tentu akan luar biasa.


Tingkat kesehatan masyarakat yang tidak merata dan sangat rendah khususnya di kantong-kantong pedesaan yang disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan yang kumuh, tenaga medis yang masih belum cukup dan kurang berpengalaman, mengakibatkan mereka sangat rentan terjangkit wabah. Kasus yang melanda kabupaten paling timur Bali, Karangasem april lalu, adalah salah satu yang perlu mendapat perhatian semua pihak.

Perintah telah memberikan kebijakan – kebijakan untuk masalah kesehatan di Indonesia, seperti jamkesnas, posyandu, puskesmas keliling, ASKES, dan masih banyak lagi . Walaupun kebijakan pemerintah tersebut belum mampu menyelesaikan masalah dengan baik.


- Kebijakan BLU (Badan Layanan Umum) menyakitkan Masyarakat Miskin
Kebijakan Badan Layanan Umum yang diberlakukan pemerintah pada rumah sakit yang dimiliki pemerintah merupakan kebijakan yang mungkin masih belum bisa diterima semua pihak, termasuk masyarakat miskin. Seperti contoh yang terjadi di RS Dr Soetomo Surabaya. Sebelum BLU maka biaya ambulans bagi masyarakat miskin gratis, namun sekarang mereka harus membayar. BLU mengijinkan rumah sakit tersebut untuk mencari modal sendiri. Jadi suasana komersil sangat kental disana. Jika para pahlawan melihat yang terjadi di Indonesia sekarang ini pasti mereka menangis. Karena sektor pendidikan dan kesehatan dari dulu adalah sektor sosial, bukan sektor komersial dan pemerintah wajib menjaminnya tanpa mengharapkan laba. Akan tetapi setelah hampir 63 tahun merdeka, ternyata Indonesia menodai perjuangan para pahlawannya dengan “mengucilkan” masyarakat miskin dalam hal kesehatannya.

- Ubah Budaya Konsumerisme Masyarakat
Dalam keadaan ekonomi yang serba sulit ini, masyarakat sudah seharusnya menyikapi dengan tepat. Sikap cerdas yang harus dilakukan ialah berpola pikir dan berpola tindak ekonomis. Strategi yang paling sederhana adalah melakukan penghematan di segala bidang, termasuk di bidang kehidupan masyarakat. Pada masa sekarang ini, perlu adanya pembangunan budaya termasuk didalamnya budaya kesederhanaan. Termasuk juga kesederhanaan dalam bidang kesehatan.
Biaya jasa dokter, khususnya dokter spesialis, masih belum terjangkau sebagian masyarakat. Belum lagi harga obat yang cukup mahal dan semakin lama pasti semakin menggila. Ditambah lagi beban biaya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan patologis, dan pemeriksaan penunjang lainnya yang akan semakin tidak terjangkau. Biaya akan semakin melangit bila pasien divonis rawat inap atau operasi.
Solusi terbaik dalam menyikapi permasalahan itu membangun budaya mawas diri serta berpikiran jernih dan positif serta selalu dalam kesederhanaan. Sederhana bukanlah hidup dalam kekurangan atau ketidakpunyaan. Akan tetapi sederhana adalah selalu hidup dan memenuhi kehidupan secukupnya, tidak berlebihan.
- Terus Kembangkan Budaya Perekonomian Mandiri Masyarakat
Tampak fenomena yang menarik di dunia masyarakat. Yaitu dalam hal penghimpunan dana mandiri demi membantu saudara-saudara mereka yang kurang mampu. LSM banyak berkembang seperti LMI, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Dhuafa, dll. Meskipun seharusnya itu merupakan ktanggung jawab pemerintah untuk menanggung nasib rakyatnya, akan tetapi hal itu sangat bermanfaat positif. Banyak pihak yang telah merasakan keberadaan dari lembaga-lembaga tersebut. Dan akhirnya semoga Indonesia semakin lebih baik, dan tetap berpihak kepada rakyat. Yang perlu diingat bahwa sektor pendidikan dan kesehatan merupakan sektor sosial, bukan komersial. Jadi janganlah bebankan masyarakat untuk pemenuhan dua sektor kebutuhan tersebut.

- Upaya Proaktif Pemerintah
Dibutuhkan upaya pemerintah untuk terus membenahi instansi-instansi kesehatan agar rakyat miskin mendapatkan haknya dalam hal kesehatan sebagaimana mestinya. pengawasan dana dari pemerintah sehingga dana kesehatan tersebut dapat langsung di nikmati oleh masyarakat yang membutuhkan. Semua itu dilakukan untuk memperkecil praktek oknum-oknum yang memanfaatkan situasi.

Read More......

Kepemudaan

Peran strategis pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting artinya dan telah dibuktikan didalam berbagai peran pemuda seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan suatu bangsa. pemuda adalah generasi penerus bangsa dan penentu masa depan sebuah bangsa. Dalam proses menentukan jati diri mereka untuk menempa bekal kepribadian yang mantap


Peran strategis sebagai upaya yang harus dilakukan oleh para pemuda dalam mengakselerasi pembangunan nasional adalah mendorong terciptanya :

a. Iklim Kondusif
Iklim kondusif sangat diperlukan dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan sangat ditentukan oleh seberapa besar kehidupan perekonomian itu bisa berjalan. Sementara

nafas dari kegiatan perekonomian ialah berlangsungnya investasi dalam segala bentuk manivestasinya. Dengan berjalannya dunia investasi maka berdampak kepada semakin terbukanya lapangan pekerjaan. Dengan terbukanya lapangan perkerjaan tentu saja upaya mempertahankan hidup akan dilakukan dengan cara yang benar, sehingga para pemuda dapat terhindar dari perbuatan yang tidak benar seperti : mencuri; merampok (skala besar maupun kecil); mencopet; memeras; pungli; mengoplos minyak; menyelundup; dagang narkoba; dagang ABG; berjudi; korupsi/menyalahgunakan jabatan; dan lain sejenisnya. Sebaliknya bila iklim tidak kondusif, maka dunia investasi tidak akan dapat berjalan dengan baik, sehingga lapangan pekerjaan tertutup dan orang dalam mempertahankan hidupnya akan menggunakan cara-cara yang tidak benar.

b. Harmonisasi.
Sumber-sumber konflik yang sering terjadi didalam masyarakat majemuk biasanya berasal dari persentuhan antara orang yang memiliki kesamaan ciri dengan kelompok lain yang berbeda latar belakangnya seperti; agama, etnis, pandangan politik, kelompok kepentingan atau organisasi serta perbedaan lainnya.
Indonesia adalah suatu bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk. Oleh sebab itu upaya untuk memelihara harmonisasi sangat penting artinya agar masyarakat dalam berbagai posisi dan lapisannya dapat hidup berdampingan secara damai. Tentu saja keadaan ini juga berkaitan erat dengan iklim kondusif itu. Oleh karenanya forum-forum yang dapat mengakomodir kemajukan seperti Forum Komunikasi Antar Pemuda Agama, Forum komunikasi Lintas Adat, Forum Komunikasi Lintas Pemuda, sangat penting artinya sebagai kawasan penyangga bila terjadi ancaman terhadap terusiknya suasana harmonis itu. Disinilah para pemuda dapat memainkan perannya sebagai garda terdepan untuk bisa menjaga suasana harmonis itu terutama dilingkungan pergaulannya sendiri (peer group nya). Konflik-konflik yang mungkin muncul karena disebabkan adanya persoalan dikalangan pemuda, segera dapat diatasi dengan mengefektifkan peran komunikasi lintas pemuda, sehingga masalah yang kecil tidak sampai melebar dan menyebakan terjadi konflik horizontal antar sesama pemuda.

c. Good Governance.
Sepuluh prinsip Tata Pemerintahan yang baik yang selama ini telah menjadi pedoman bagi penyelenggaraan tata pemerintahan di Indonesia ialah : (1) Partisipasi, (2) Penegakan Hukum, (3) Transparansi, (4) Kesetaraan, (5) Daya Tanggap, (6) Wawasan ke Depan, (7) Akuntabilitas, (8) Pengawasan, (9) Efisiensi & Efektifitas, dan (10) Profesionalisme. Sepuluh prinsip ini sejalan dengan perkembangan penyelenggaran sistem pemerintahan di Indonesia yang merubah asas sentralisasi menjadi desentralisasi yang dikenal dengan otonomi daerah..


1. Masalah Kepemudaan.
permasalahan yang melingkupi pemuda antara lain:
a. Misorientasi pemuda dalam menatap masa depan yang cenderung melihat politik sebagai panglima; akibatnya pemuda berlomba-lomba merebut kekuasaan dibidang politik, bukan dibidang ekonomi;
b. Rendahnya akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan;
c. Rendahnya minat membaca di kalangan pemuda yaitu sekitar 37,5 persen;
d. Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persen;
e. Belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah;
f. Tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda yang mencapai sekitar 19,5 persen;
g. Maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan seks bebas yang dapat menimbulkan HIV.
h. Penyaluran aspirasi yang cenderung destruktif.

Perlunya kesadaran para pemuda untuk mengubah pola pikir mereka menjadi jauh lebih baik, Hal tersebut juga perlu di support oleh pemerintah secara aktif mengadakan penyuluhan-penyuluhan bahaya seks bebas contohnya .Selain itu penambahan sarana dan prasarana pendidikan serta memperluas kesempatan bagi para pemuda untuk memperoleh pendidikan merupakan salah satu solusi . Dan terakhir selalu mempergunakan evaluasi secara berkala apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak.








Read More......

Pendidikan di Indonesia

Membicarakan masalah pendidikan di Indonesia tidak akan ada habis-habisnya.Contohnya saja , Kita bisa bandingkan SD Negeri di tengah kota dengan SD Negeri di pedesaan. Terasa sekali ketimpangan sosial antara kedua SD tersebut. SD Negeri di tengah kota jauh lebih baik dari SD Negeri di pedesaan dari segi sarana dan prasarana. Kita lihat beberapa stasiun televise memberitakan SD Negeri di pedesaan sudah tidak layak untuk dijadikan tempat belajar mengajar, atap yang bocor sana – sini, kayu yang sudah lapuk di makan jaman, bangunan yang condong ,Bahkan ada pula yang telah roboh.


Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke- 105 (1998), dan ke-109 (1999).


Beberapa masalah pendidikan di Indonesia yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.


D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Read More......

Masalah Sumber Daya Alam di Indonesia

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.000 pulau, Indonesia membentangkan antara dua kawasan biogeografis , kawasan Indomelayu dan Australia dan mendukung berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan basah yang asli dan kawasan pesisir dan laut yang kaya. Sekitar 3.305 spesies hewan amfibi, burung, mamalia dan reptil dan sedikitnya 29.375 spesies tanaman berpembuluh tersebar di pulau-pulau ini, yang diperkirakan mencapai 40 persen dari biodiversitas di kawasan APEC. Namun, lingkungan alam yang indah dan sumber daya yang kaya harus terus menghadapi tantangan dari fenomena alam karena Indonesia terletak pada ring Api Pasifik seismik yang tinggi yang mengalami 90 persen gempa bumi dunia.


Sungguh ironis memang Indonesia yang terkenal dengan Sumber Daya Alam berupa minyak bumi dan tergabung dalam negara penghasil minyak dunia yang tergabung dalam organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) Pada tahun delapan puluhan. Saat ini menjadi Negara pengimpor minyak untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang sangat pesat kenaikannya . Terlebih mulai akhir tahun 2004, harga minyak dunia mengalami peningkatan hingga lebih dari 70 persen. Berawal dari 28 dolar per barel meningkat tajam hingga menembus 50 dolar per barelnya. Pertamina sebagai BUMN yang menangani produksi minyak dan gas serta distribusinya pun harus berhutang kepada bank dengan mengajukan LC (Letter of Credit) untuk membayari pembelian minyak dari luar negeri. Akibatnya subsidi negara menjadi bertambah hingga 76 triliun dan APBN mengalami defisit 5 persen. Tiap harinya Pertamina membutuhkan minimal 50 juta dolar untuk mengimpor minyak kebutuhan dalam negeri. Dan perlu diketahui bahwa yang menikmati subsidi ini sebagian besar adalah orang yang memiliki kendaraan bermotor dan wiraswasta yang nota bene mereka adalah orang berpunya.


Pada umumnya negara berkembang seperti Indonesia menghadapi masalah dan tantangan dalam mengelola sumberdaya alamnya secara berkelanjutan. Diantara masalah-masalah tersebut adalah tekanan terhadap lingkungan alami. Permasalahan penyebab tekanan terhadap lingkungan tersebut yang diantaranya adalah kelangkaan beberapa jenis bahan bakar terutama premium dan minyak tanah. Kelakuan oknum yang tidak bertanggung jawab turut memperparah keadaan. Hal ini dipicu dari lemahnya pengawasan pemerintah terhadap sistem distribusi barang yang menjadi hajat hidup orang banyak ini.Perlu peran aktif pemerintah untuk terus memperkuat komitmen memperketat pengawasan terhadap sistem distribusi barang yang menjadi hajat hidup orang banyak ini.

Beberapa langkah dan kebijakan pemerintah yang dirasa kurang memperhatikan kepentingan dalam negeri diantaranya penjualan gas alam yang dihasilkan di Arun, Aceh ke negeri ginseng, Korea. Padahal di saat yang sama, PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) sangat membutuhkan pasokan gas alam untuk produksi pupuknya. Akhirnya kegiatan operasional perusahaan itu harus dihentikan selama 3 tahun dan kerugian yang ditimubulkan tidak kurang dari 300 juta dolar AS. Belum lagi nasib karyawan yang terapaksa dirumahkan.

Kasus yang sangat mencoreng muka negeri ini tentunya adalah tindakan beberapa penduduknya sendiri yang sengaja menyelundupkan bahan bakar minyak (BBM) ke luar negeri, khususnya ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Alasannya di kedua negara tersebut harga jualnya lebih tinggi dan tidak terkena PPN. Bukankah ini adalah keadaan yang sangat ironis. Di satu sisi banyak orang di dalam negeri yang membutuhkan BBM, tapi di sisi lainnya beberapa orang mencoba mengeruk keuntungan yang tidak sah (ilegal) dengan memanfaatkan kelemahan birokrasi dan bea cukai yang pada akhirnya membawa kerugian bagi semua pihak.

Pencemaran yang disebabkan oleh industri, pertanian dan sedimentasi. Pencemaran tersebut telah mengakibatkan kerusakan habitat bagi mahkluk hidup yang menghuni wilayah tersebut. Dewasa ini penurunan yang drastic terjadi terhadap kualitas lingkungan akibat kerusakan habitat mahkluk hidup oleh aktivitas manusia. Penurunan kualitas lingkungan tersebut ternyata sangat sulit dihindari karena kebutuhan lahan yang terus meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Diperkirakan bahwa 900 ribu hektar sampai 1,3 juta hektar hutan dibuka setiap tahunnya untuk berbagai macam keperluan, sehingga hanya sekitar 61 % habitat alami yang masih tersisa. Di Jawa dan bali hilangnya habitat mungkin mencapai 91 % sedangkan di Irian Jaya diperkirakan hanya sekitar 7 %. Kerusakan hutan yang terus berlangsung mengancam keberadaan ekosistem hutan yang berarti mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Berbagai bencana alam mulai sering muncul seperti banjir, kekeringan dan longsor sebagai akibat aktivitas manusia dalam mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan seperti banjir dan tanah longsor.

Langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan mengganti jalur distribusi BBM atau mengubah moda transportasi yang digunakan selama ini.Misalnya saja mengubah mode transportasi yang sebelumnya memakai bahan bakar minyak diganti menggunakan tenaga listrik, bias juga menggunakan hydrogen atau biogas.Langkah yang dapat diambil untuk mempermudah pengawasan dan meningkatkan efisiensi dapat dibangun jalur kereta api untuk distribusi atau langsung dengan menanam pipa di dalam tanah dan dasar laut. Jadi, praktek penyelewengan dan penimbunan BBM dapat dicegah seminimal mungkin. Menerapkan harga khusus bagi angkutan umum dan masyarakat kecil. Sedangkan untuk kendaraan pribadi diberlakukan sesai dengan harga pasar. Hal ini dilakukan atas dasar pemerataan dan upaya memberikan kesadaran untuk menghemat BBM sehingga masyarakat lebih suka untuk menumpang kendaraan umum daripada mengendarai kendaraan pribadi.Selain itu pembatasan jumlah kendaraan bermotor yang boleh dimiliki tiap individu.

Untuk masalah pencemaran solusi yang dapat di ambil antara lain pembenahan kembali tempat penampungan limbah hasil industry,pertanian, dan sedimentasi yang lebih memenuhi standar .
Penggiatan dan pembenahan manajemen di segala bidang terutama di Badan Usaha Milik Negara yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan eksplorasi minyak dan pengelolaannya dapat meningkatkan efisiensi yang akhirnya pendapatan pun juga ikut bertambah. Adanya kontrol yang ketat dan standardisasi yang baku, diharapkan kemungkinan dan peluang terjadinya perilaku KKN dapat dicegah dan diberantas.

Read More......

Strata Sosial

Indonesia adalah Negara yang kaya akan segala hal di antaranya, suku bangsa, etnis, kaya akan hasil alam dan yang paling penting kaya akan budaya nya. Namun di balik itu semua. Indonesia masih sangat sulit untuk meyatukan budaya yang ada tersebut.
Struktur masyarakat indonesia di tandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal,ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan kedaerahan. Secra vertikal, struktur masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah yang cukup tajam.


Lapisan masyarakat telah ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam 1 organisasi sosial. Misalnya seseorang yang memperlihatkan gaya hidup yang mewah akan merasa malu kalau pada suatu waktu harus tinggal dalam gubuk kecil.Kelompok ini biasanya akan berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh kekayaan dengan cara apapun.Meskipun cara tersebut melanggar perintah agama.


Disemua masyarakat terdapat klasifikasi pada diri manusia. Mereka dibedakan satu dengan yang lainya dalam hal etnik, budaya, usia, jenis kelamin dan kemampuan alamiah. Dibanyak masyarakat wanita di posisikan subordinat dan orang-orang dengan bakat khusus diberi tanggung jawab tambhan tetapi di luar ini kriteria klasifikasi berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Di sebagian masyarakat manusia di klasifikasikan berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan. Sementara dalam masyarakat lain mereka di klasifikasikan berdasarkan sejarah keluarga mereka (masyarakat feodalis) misalnya keturunan raja. Dengan demikian tiap-tiap orang di klasifikasikan dalam beberap cara tetapi kriteria yang paling penting adalah kriteria yang menentukan statusnya dalam masyarakat.

Sosiolog Soerjono Soekantlo ( 1981 :141 – 142:) menyatakan bahwa kriteria yang menjadikan masyarakat berlapis-lapis adalah :

Ukuran Kekayaan

Ukuran menyatakan adanya kuantitas atau jumlah dari sesuatu hal. Jika ukuran kekayaan berarti ada jumlah tertentu tentang kekayaan yang dapat dijadikan sebagai suatu tolak ukur; dari sini kita dapatkan ukuran kekayaan yang tinggi atau banyak, ukurang sedang atau cukup dan ukuran sedikit atau miskin.
Kakayaan sebagai ukuran dalam menentukan stratifikasi social walaupun ada kuantitas tetapi pada dasarnya adalah relative untuk suatu masyarajat. Ukuran orang kaya pada masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan tanah dan sering di simbulkan dengan rumah bebrbentuk Joglo ( di Jawa Timur dan Jawa Tengah ); tetapi berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan didamping gedung yang mewah juga mobil yang mewah sebagai symbol kekayaan yang dimilikinya.
Kekayaan sebagai sebuah ukuran dari startifikasi social dalam masyarakat tetap tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.

Ukuran Kekuasaan

Kekuasaan yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok orang agar berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang memeiliki kekuasaan menjadi tolok ukur dari startifikasi social yang ada dalam masyarakat.
Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya dan semakin rendah dan sempit dan bahkan tidak memiliki pengaruh keberadaan seseorang dalam masyarakat semakin rendah stratifikasi sosialnya.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat formal saja seperti pejabat pemerintah setermpat maupun pejabat pemerintah yang lain. Kekuasaan tersebut berupa kepatuhan dan ketaatan bagi seseorang untuk mengikuti apa yang menjadi saran atau perintahnya. Seorang Kyai memberikan saran kepada seseorang untuk menghentikan kebiasan minum miras atau merokok dan yang yang bersangkutan langsung menghentikan tindakannya, maka kyai tersebut memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat; demikian juga halnya kepada orang lain jika apa yang mereka kehendaki dan orang melakukannya, maka orang tersebut memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat.

Ukuran Kehormatan

Kehormatan yang diproleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya, melainkan penilaian yang dating dari orang lain. Apakah seseorang dihormati atau tidak oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya. Penghormatan bagi seseorang buka muncul sesaat, melainkan melalui proses waktu dan evaluasi yang panjang.
Pemghormatam dengan demikian bersifat obyektif bukan bersifat subyektif. Penghargaan bagi seseorang dalam wujud penghormatan dapat bersumber pada kepribadian seseorang tersebut karena kejujuran, ketaqwaan beragama, berani karena benar rendah hati maupun perilaku yang ditunjukan dalam setiap harinya seperti suka menolong, memberikan nasehat kepada yang membutuhkan dan sebagainya yang setiap saat dievaluasi oleh anggota masyarakat yang lain. Penghormatan tersebut diwujudkan orang lain akan memberikan hormat lebih dahulu atau mengulurkan tangan untuk berjabat tangan atau menempatkan duduk dalam suatu pesta atrau pertemuan didepan sendiri atau di tempat yang pas dengan kehormatanya.
Misalnya : Kenduri di desa, biasanya mereka yang dihormati akan duduk disebelah kiri paling Utara dari tempat duduk yang disediakan dan disebelah Selatannya nanti akan di tempati oleh orang-orang yang kehormatannya lebih kecil. Biasanya tempat ini di tempati oleh pemimpin kenduri ( modin ) dan cikal bakal desa atau orang yang terpandang di desanya. Sementara bagian Selatan paling kanan ditempati oleh yang muda sebagai wakil orang tua yang tidak dapat hadir pada kenduri tersebut.

Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ukuran Ilmu Pengetahuan akan meliputi dua ukuran yaitu : pertama, ukuran formal yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang dimiliki semakin tinggi strata sosialnya dan semakin rendah ijazah yang dimiliki semakin rendah strata sosialnya. Kedua, ukuran non formal adalah professional atau keahlian yang mereka miliki melalui ketrampilan yang dia lakukan. Mereka memperoleh keahlian tersebut tidak melalui jalur pendidikan formal. Pakar pengobatan alternative, mereka memperoleh keahliannya bukan belajar di fakultas Kedokteran, melainkan diproleh dari luar pendidikan formal yang ada.

Read More......

Masalah Transmigrasi di Indonesia

Ke depannya Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) akan menjadikan transmigrasi sebagai program unggulan.Ini sangat bermanfaat untuk mengurangi jumlah pengangguran dan kaum marjinal di sejumlah kota besar di Indonesia sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan yang masih menjadi persoalan serius bangsa ini.


Pembangunan transmigrasi yang ada hingga saat ini sebetulnya sudah dirintis sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tahun 1905 dengan sebuah program kolonisasi. Kemudian sejak jaman kemerdekaan telah berlangsung sejak tengah abad yang lalu dan dijadikan sebagai salah satu strategi pembangunan sejak berdirinya depertemen tenaga kerja, Koperasi dan transmigrasi pada tanggal 12 desember 1950. Departemen atau lembaga yang menaganipun juga sering ganti-ganti sesuai dengan perubahan politik yang terjadi di Negara ini. Hingga saat ini sudah tiga belas kali depertemen yang menangani berganti-ganti


Tidak bisa dipungkiri dalam prakteknya transmigrasi menimbulkan berbagai masalah serius yang membutuhkan solusi serius. Memang dapat dipahami penanganan masalah transmigrasi bukan sekadar menyiapkan lahan untuk menampung transmigran dan memindahkan penduduk dari daerah asal ke tempat yang baru. Penanganan masalah transmigrasi jauh lebih luas dan lebih rumit, karena berkaitan erat dengan pembangunan daerah, kesiapan calon transmigran, upaya mempersiapkan masyarakat penerima transmigran, serta penyiapan sarana dan prasarana yang tersedia.

Berbagai pergolakan yang terjadi di berbagai daerah tahun-tahun ini tidak pelak menimbulkan masalah bagi para transmigran .Mereka terusir dari tempat tinggal yang dibangun dengan susah payah, jadi korban penganiayaan dan terpaksa harus mengungsi, menderita tak punya apa-apa lagi. Contohnya saja sebagaimana digambarkan oleh kondisi eks. Traansmigran di Ogan Komering Ilir (OKI), Air Sugihan, Sumatera Selatan yang hidupnya sebagian besar masih di bawah garis kemiskinan. Kemudian para pengungsi akibat kerusuhan Aceh, sambas, Ambon, Poso, Hingga Eks Propinsi Timor-Timor yang tak jelas nasibnya .Ironis memang apabila kita mendengarnya. Hidup trauma jadi korban kerusuhan dan terpaksa harus tinggal di kamp-kamp pengungsian. Sebagian pulang ke daerah asal jadi eksodan yang harus menumpang di tempat sanak famili yang kadang hidupnya hanya cukup untuk keluarganya sendiri. Tanpa pekerjaan dan menanggung banyak beban ekonomi. Banyak di antara anak-anak terpaksa putus sekolah dan tidak mendapat gizi yang cukup. Diperkirakan kurang lebih mencapai 207.795 KK atau 912.514 jiwa menjadi pengungsi akibat berbagai gejolak yang terjadi di daerah-daerah, dimana jumlah ini terus bertambah (Depnakertrans, 2000).

Masalah lain ada pada proses penempatan yang terjadi cenderung mengejar target dan tidak mengindahkan hak-hak transmigran dan masyarakat setempat.Transmigran di tempatkan di suatu wilayah yang belum jelas potensi ekonominya. Tidak tahu bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat setempat. Hingga akhirnya menyebabkan masalah baru lagi di daerah tujuan. Banyak daerah baru tersebut terisolir dan tak terjangkau oleh alat transportasi, sarana pendidikan, air bersih serta sarana kesehatan yang minim. Di banyak tempat seperti di daerah Papua dan Kalimantan misalnya, hingga karena sarana transportasi yang sulit menjadikan jatuhnya harga hasil panen mereka. Konflik antar etnis yang disebabkan kurangnya pola perencanaan juga mewarnai gambaran permasalahan transmigrasi di berbagai daerah.Contoh nyata terlihat dari para transmigran sub-pemukiman (SP) 7-8 Bongo, jayapura, Papua, yang terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal mereka karena tergenang air hingga tanaman membusuk tanpa fasilitas sekolah dan guru, tanpa sumber air bersih yang memadai, lebih menyedihkan lagi adalah ketiaka meminta perlindungan dan penyelesaian dengan menghadap ke dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), mereka harus menghadapi nasib sial diusir oleh wakil-wakil mereka dari rumah rakyat tersebut.

Solusi yang dapat diambil dalam hal ini ialah perlunya langkah proaktif pemerintah untuk berkoordinasi dengan daerah-daerah agar tercapai sebuah solusi bersama dan dalam proses pelaksanaannya dengan cara-cara yang arif dan bijaksana. Perlunya memberikan bantuan-bantuan kebutuhan hidup standard minimal , pemenuhan gizi bagi balita serta pendidikan bagi anak-anak dengan alokasi anggaran yang jelas .Selain itu untuk mengoptimalkan potensi daerah yang dituju maka diperlukan usaha untuk memajukan industri rakyat, memperbaiki pola institusi sosial yang ada serta bagi perbaikan kualitas sumber daya manusianya.

Read More......

Flashdisk

>> 11.18.2009

Many kinds of storage devices,One of them is commonly used is a Flashdisk.Flashdisk can be carried anywhere and not too burdensome due to the miniature size can enter the pocket. Currently the development of Flashdisk is rapidly.From the beginning of storage capacity can be up to 64 GB, data transfer speeds, design a more futuristic, products like Flashdisk waterproof design, can be combined with key chain, folded, up to a lifetime warranty. Some major brands of flashdisk in Indonesia is Kingston, Transcend, Nexus,Toshiba, etc.
By chance, I have 2 Flashdisk Kingston Data Traveler 100 4 GB and 2 GB Transcend JetFlash which are a gift from bought ASUS K40IN22DX Notebook. I do File Benchmark comparison between Kingston Data Traveler versus Transcend JetFlash using software called Flash Memory Toolkit.The test result is like this :









Seen that the average write data speed Transcend JetFlash faster than the Kingston Data Traveler. However, Kingston Data Traveler superior in terms of average read data speed than Transcend.

Read More......

Corruption Never Dies

I agree with the title I make.My reason for writing title like that because some factor.In my opinion, first reason is that human nature that he would never satisfied with his had, This make someone,someone who does not have a strong faith will be tempted to make corruption.Second, The world must be balanced in other words, if the world have crime then there is also have a justice.


Speaking of corruption in Indonesia can not be separated from society itself. In other words practically corruption in Indonesia has become our culture.Let us consider in our everyday life. Came late to the campus, it is time corruption could say it is still little corruption.But,but from that little habits become the starting point of a major corruption. certainly many more small example of corruption in everyday life. Essentially, to minimize the number of corruption in Indonesia let's began to clean up corruption mental seeds from us. Discipline, honest, and pious. Starting from yourself ... starting from small thing...and starting from now ...

Read More......

Review Epson Stylus C-45

>> 11.11.2009


Printer is very useful in completing my tasks such as campus reports etc. For many years I used the Epson Stylus C-45.Epson Stylus C-45 With combination of glossy black and gray make a nice appearance.This printer use Inkjet Cartridge T038201 Black Ink Cartridge T039201. It has additional features such as Mobile Phone Fashion Print improve cell phone pictures, Web-to-Page for auto resizing web pages, image-forming decorative print for framing pictures and Save Black Ink Mode printing emergency.Installing the printer is so easy too.No complicated procedures. just put the software on our computer CD-rom and the installation went smoothly.
The first time using Epson printer C-45 I think it is enough to satisfy with the print speed and print quality are produced. But after several years of using this printer is on the color which is should print black color sometimes so transparent gray-white even though the ink is still available many. Also sometimes there are ink spots that are not needed widening. And the last is very wasteful in terms of consumption of black ink.




Read More......

Backstreet From Parents Is Not a Relationship

>> 11.04.2009

I agree because in my opinion seeing the Backstreet style contains more negative impacts than positive impacts. The negative impact is likely to occur if the relationship between two human beings are not healthy and start lead to the things that can harm the woman. And if you have this, Backstreet relationship should be terminated. A man no longer possible to uphold the name of love when he had made his soulmate spiritual and physical suffering.

second, if a couple chose the back roads, you can bet they have to make up stories so that other people do not know about their relationship e especially their parents. They also can not casually go alone to a place, because there may be a suspect, and finally the truth about their relationship is revealed. If that happen, their parent will not believe anymore. In addition, the date a secret, then no one can give advice about their relationship. Every human being needs feedback, can not see him from the outside. We need criticism, in order to become a better person.
Love is beautiful, but beautiful at the right time and in proper condition. But, love is not to say beautiful when there is one party that can not respect others, especially there is one party that was harmed, betrayed, and abused. I think, love is a gift, because the love people can feel perfectly. Because love is a gift, so keep your love is as good as we keep to ourselves. we need parental permission to make our relationship fine.

Read More......

Komentar Terbaru

About Me

My Photo
Hery Herawan
-La Tahzan-
View my complete profile

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP